Oktober 26, 2009

PERASAAN, SELERA, DAN KASIH SAYANG



Sebagaimana masyarakat Islam memiliki ciri khas dalam Fikrah (pemikiran) dan pemahamannya, maka mereka juga memiliki ciri khas dalam masalah perasaan dan kasih sayang.

Ada masyarakat yang senantiasa diliputi oleh perasaan dengki atau sentimen rasial (kesukuan), ada lagi masyarakat yang diliputi oleh fanatisme kebangsaan dan ada juga masyarakat yang diliputi oleh rasa cinta tanah air yang membabi buta. Kita jumpai masyarakat itu berbeda-beda dalam mernberikan sikap mendukung atau memusuhi, mencintai atau membenci, dan perasaan marah atau ridha (senang).


Adapun masyarakat lslam, mereka telah memberikan wala' (loyalitas) sepenuhnya kepada lslam dan kaum Muslimin. Sebagaimana mereka telah memberikan permusuhannya kepada musuh-musuh lslam dan orang-orang yang memeranginya. Ini semua semata-mata tegak di atas prinsip berwala' kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena barangsiapa mengambil Allah sebagai walinya, berarti dia telah menjadikan musuh Allah sebagai musuhnya.


Masyarakat lslam memiliki keistimewaan dalam hidupnya, yaitu selalu diliputi oleh persaudaraan yang kuat dan perasaan cinta yang dalam di antara sesama mereka seluruhnya. Meskipun tempat tinggal mereka berjauhan, tanah air mereka berpencaran, jenis dan warna kulit mereka bermacam-macam, serta posisi dan status sosial mereka berbeda-beda.

Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan kemuliaan kepada ummat lslam dengan nikmat persaudaraan, sebagaimana Allah telah memberi karunia kepada mereka berupa keimanan, Allah SWT berfirman:


"Dia-lah (Allah) yang memperkuatmu (Muhammad) dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Jikalau kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Al Anfal: 62-63)


Sesungguhnya tidak ada peluang dalam masyarakat Islam yang benar bagi tumbuhnya perasaan benci dan pertarungan antar kelas/tingkatan, tidak pula perasaan sombong dan sentimen antara jenis dan warna, tidak pula perasaan fanatisme terhadap asal daerah dan bumi mana pun dari bumi Islam, atau kaum yang mana pun dari kaum Muslimin, meskipun itu keluarga dan kerabataya, karena tanah air seorang Muslim adalah Darul Islam dan keluarga seorang Muslim adalah keluarga Islam.


Masjid Nabawi di Madinah, di bawah atapnya telah terhimpun berbagai suku bangsa dengan beragam warna kulit dan tingkatan manusia' tetapi mereka tidak memiliki perasaan apa-apa kecuali perasaan bersaudara secara menyeluruh. Mereka tidak merasakan adanya perbedaan antara satu sama lain. Ada yang dari Persi seperti Salman, ada yang dari Romawi seperti Shuhaib, dan ada yang dan Habasyah (Etiopia) yaitu Bilal. Di antara mereka ada yang kaya seperti Utsman bin 'Affan, Abdur Rahman bin 'Auf dan ada yang fakir seperti Abu Dzar dan 'Ammar. Ada yang Badui (orang pegunungan) dan ada yang dari kota, ada yang berpendidikan dan ada yang buta huruf, ada yang berkulit putih dan ada yang berkulit hitam, laki-laki dan wanita, yang lemah dan yang kuat, yang budak dan yang merdeka, semuanya bersaudara di bawah naungan Islam dan di bawah panji Al Qur'an.

Sesungguhnya persaudaraan Islam itulah perekat yang mengikat antara batu bata individu Muslim dalam sebuah bangunan yang kokoh dan tidak mudah roboh. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW, muttafaqun 'alaih:


"Mukrmin yang satu terhadap mukmin yang lain itu bagaikan bangunan yang mengikat antara sebagian dengan sebagian yang lainnya." (HR. Muttafaqun 'Alaih)


Persaudaraan Islam bukanlah suatu permasalahan sampingan dalam Islam, tetapi ia merupakan salah satu prinsip dasar yang menyertai syahadah (persaksian) terhadap keesaan Allah dan kesaksian bahwa Muhammad sebagai Rasul, karena ukhuwah merupakan buah dan konsekwensi keimanan, Allah berfirman:


"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara." (Al Hujurat: 10) Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud, bahwa Nabi SAW pernah berdoa setelah shalat dengan doa yang menarik berikut ini:


"Ya Allah, ya Tuhan karni! dan Tuhan segala sesuatu dan pemiliknya, sesungguhnya saya bersaksi bahwa Engkau adalah Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Mu. Ya Allah, ya Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu serta pemiliknya, saya bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusanMu. Ya Allah ya Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu serta

pemiliknnya, saya bersaksi bahwa seluruh hamba-Mu itu bersaudara." Inilah Muhammad, Rasulullah yang bersaksi dan berikrar bahwa Allah adalah Rabb-nya segala sesuatu dan bahwa sesungguhnya seluruh hamba Allah itu bersaudara. Inilah

persaudaraan Islam, mereka bersaudara dengan seluruh manusia secara umum dan bersaudara dengan kaum Muslimin secara khusus.


Nabi SAW menjadikan persaudaraan dan cinta sebagai syarat keimanan, di mana keimanan

itu sendiri merupakan persyaratan seseorang untuk dapat masuk surga. Beliau bersabda:

"Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, sungguh kalian tidak akan

masuk surga hingga kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman hingga

kalian saling menciritai." (HR. Muslim)


"Belum sempurna iman salah seorang di antara kamu hingga ia mencintaii

saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

Rasulullah SAW juga menjelaskan hubungan seorang Muslim dengan Muslim yang lainnya

dengan sabdanya:


"Seorang Muslim saudara Muslim lainnya, ia tidak menzhaliminnya, tidak

menyerahkan (kepada musuh), tidak menghinanya dan tidak merendahkanrya,

cukuplah bagi seseorang dikatakan buruk jika ia menghina saudaranya

Muslim." (HR. Muslim)


Satu-satunya ikatan yang diakui oleh Islam adalah ikatan persaudaraan antar kaum

Muslimin, tanpa ikatan yang lainnya, sungguh Islam telah memerangi fanatisme

(kebanggaan) dengan segala macamnya, kebanggaan terhadap kabilah atau kebangsaan,

warna kulit, tanah air, tingkatan atau golongan, atau selain itu yang pada umumnya

dibanggakan oleh manusia, kecuali kebanggan terhadap kebenaran yang ditegaskan oleh

wahyu dan tegak dengannya langit dan bumi.

Rasulullah SAW bersabda:


"Bukan termasuk golongan kami orang yang menyeru pada ashabiyah

(kebanggaan golongan), dan bukan termasuk golongan kami orang yang

berperang karena ashabiyah, dan bukan termasuk golonganku orang yang mati

karena ashabiyah." (HR. Abu Dawud)


Rasulullah SAW telah menggambarkan masyarakat Islam sebagai masyarakat yang penuh

mawaddah, saling mencintai den saling kasih mengasihi sebagaimana dalam sabdanya:


"Kami, melihat orang-orang yang beriman itu dalam mencintai, lemah lembut

dan saling mengasihi (di antara mereka) seperti tubuh yang satu, apabila ada

anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuh ikut sakit, demam dan tidak

bisa tidur." (HR. Muslim)


Oleh karena itu masyarakat yang orang-orangnya hidup secara sendiri-sendiri, tidak mau

membantu atau merasakan sakit orang lain dan tidak ikut merasakan kesusahan mereka serta

tidak bergembira dengan kegembiraan mereka maka bukanlah masyarakat Islam.

Demikian juga dalam masyarakat, yang kuat menekan yang lemah, yang kaya bersikap keras

terhadap yang fakir, yang punya bersikap pelit terhadap yang tidak punya bukanlah

masyarakat Islam.


Sumber :

Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah

(Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)

oleh Dr. Yusuf Qardhawi

Cetakan Pertama Januari 1997

Citra Islami Press

Jl. Kol. Sutarto 88 (lama)

Telp.(0271) 632990 Solo 57126